Kamis, 07 Mei 2015

☀ Fiqih : Pernikahan Dalam Fiqih Islam




Pernikahan adalah Ibadah.

Dalam kehidupan umat muslim, pernikahan merupakan salah satu ibadah yang sangat penting dan dianjurkan oleh Allah Swt dan Nabi Muhammad Saw. Karena pernikahan dapat mencegah perbuatan zina dan keji yang sangat di benci dan di laknat oleh Allah Swt.pernikahan merupakan sunnah yang sangat dianjurkan oleh rasul , dan merupakan ibadah bagi manusia.


 Jika tidak ada pernikahan, maka akan timbul perselisihan, bencana dan permusuhan antara sesamanya, yang mungkin juga sampai menimbulkan pembunuhan antar sesama manusia.
Pada zaman sekarang ini, banyak masyarakat yang mau melakukan perbuatan zina tersebut. Mereka melakukan zina tanpa memikirkan konsekuensi yang akan terjadi yang akan datang. Mereka hanya memikirkan hawa nafsu sesaat yang dapat merusak masa depannya. Oleh karena itu, syariat islam mengadakan beberapa peraturan untuk menjaga keselamatan pernikahan ini. Dalam Al-Quran dan Hadist juga diterangkan tentang pernikahan yang dapat menambah wawasan dan menjauhkan umat muslim dari perbuatan yang terlarang.

Pengertian Kitab Nikah (Pernikahan).

Dalam Al-quran dan hadist, pernikahan disebut dengan an-nikah, az-ziwaj/ az-zawj atau az-zijah. Terambil dari kata zawwaja, yuzawwiju, tajwijan, yang secara harfiah berarti mengawinkan, mencampuri, menemani, mempergauli, menyertai, dan memperistri.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia kawin diartikan dengan :
(1) Perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri,
(2) Beristri atau berbini,
(3) Dalam bahasa pergaulan artinya bersetubuh.
Pengertian senada juga di jumpai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kawin diartikan menikah, bersetubuh dan berkelamin. Dalam Kamus lengkap Bahasa Indonesia, kawin diartikan dengan “menjalin kehidupan baru dengaqn bersuami istri, menikah, melakukan hubungan seksual, bersetubuh.

Ta’rif pernikahan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara seorang laki-laki antara seorang laki – laki dan seorang perempuan yang bukan mahram.
Firman Allah Swt :
Maka nikahilah wanita – wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja.” (QS. An-Nisa : ayat 3)

Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna.

Pertalian nikah adalah pertalian yang seteguh- teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja antara suami istri dan keturunannya, melainkan dua keluarga.Sabda Rasulullah Saw :
Hai pemuda – pemuda, barang siapa diantara kamu yang mampu sertaberkeinginan hendak menikah, hendaklah dia menikah. Karena sesungguhnyapernikahan itu dapat merundukkan pandangan mata terhadap orang yang tidak halal dilihatnya, dan akan memeliharanya dari godaan syahwat. Dan barang siapa yang tidak mampu menikah, hendaklah dia puasa, karena dengan puasa hawa nafsunyaterhadaqp perempuan akan berkurang.”
(Rwayat Jama’ahahli hadis)

Dalam hal ini, faedah yang terbesar dalam pernikahan adalah untuk menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah itu dari kebinasaan, sebab perempuan wajib ditanggung sama suaminya apabila sudah menikah, untuk memelihara kerukunan anak cucu (keturunan), juga untuk kemashalatan masyarakat.

Meminang.

Meminang artinya menyatakan permintaan untuk menikah dari seorang laki – laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya dengan perantaraan seseorang yang dipercayai. Meminang dengan cara tersebut diperbolehkan dalam agama islam terhadap gadis atau janda yang habis masa iddahnya, kecuali perempuan yang masih dalam iddah ba’in, sebaliknya dengan jalan sindiran saja.

Firman Allah Swt :
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran.” (QS. Al-Baqarah : ayat 235)

Adapun terhadap perempuan yang masih dalam iddah raj’iyah, maka haram meminangnya karena secara hukum masih berstatus sebagai istri bagi laki- laki yang menceraikannya, dan dia boleh kembali kepadanya. Demikian juga tidak boleh meminang seorang perempuan yang sedang dipinang oleh orang lain, sebelum nyata bahwa permintaannya ini tidak diterima.

Sebagian ulama mengatakan bahwa hukum melihat orang yang akan dipinang itu boleh saja, dan ada juga sebagian ulam yang berpendapat bahwa melihat perempuan yang akan dipinang itu hukumnya sunat. Jadi, sekiranya tidak dapat dilihat, boleh mengirimkan utusan seorang perempuan yang dipercayai, supaya dapat menerangkan sifat-sifat dan keadaan perempuan yang akan dipinangnya itu.
Sabda rasulullah Saw :
Apabila salah seorang di antara kamu meminang seorang perempuan, sekiranya dia dapat melihat perempuan itu, hendaklah dilihatnya sehingga bertambah keinginannya pada pernikahan, maka lakukanlah.” (Riwayat Ahmad dan Abu Dawud)

Hukum Nikah dan Rukun Nikah.

a). Hukum Nikah :
¤   Jaiz ( diperbolehkan), ini asal hukumnya.
¤   Sunat, bagi orang yang berkehendak serta mampu memberi nafkah dll.
¤   Wajib, bagi orang yang mampu memberi nafkah dan dia takut akan tergoda pada kejahatan (zina).
¤   Makruh, bagi orang yang tidak mampu memberi nafkah.
¤   Haram, bagi orang yang berniat akan menyakiti perempuan yang dinikahinya.
b). Rukun Nikah :
¤   Calon Mempelai
¤   Wali (wali si perempuan)
Rasulullah Saw bersabda :
“Barang siapa diantara perempuan yang menikah tidak dengan izin walinya, maka pernikahannya batal.” (riwayat empat orang ahli hadis, kecuali Nasai)

Ijab Kabul.

Pernikahan harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan kabul. Menurut hukum pernikahan, ijab adalah penegasan kehendak untuk mengikatkan diri dalam ikatan pernikahan dari wali pihak perempuan dan sebagai lambang saling meridhoi dan sebagai tanda bahwa pasangan tersebut sudah terikat. Kabul adalah penegasan untuk menerima ikatan perkawinan tersebut, yang di ucapkan oleh mempelai pria dan ada dua orang saksi.
Sabda Rasulullah Saw :
“Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil”

Wali.

1). Susunan Wali :
¤   Bapaknya
¤   Kakeknya ( bapak dari bapak mempelai perempuan)
¤   Saudara  laki-laki yang seibu bapak dengannya
¤   Laki- laki yang sebapak saja dengannya
¤   Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak dengannya
¤   Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja dengannya
¤   Saudara bapak yang laki-laki (paman dari pihak bapak)
¤   Anak laki-laki pamannya dari pihak bapaknya
¤   Hakim

2). Syarat Wali dan Dua Saksi.
¤   Islam, orang yang tidak beragama islam tidak sah menjadi wali atau saksi.
Firman Allah Swt :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu).” (Al-Maidah :51)
¤   Baliq (sudah berumur sedikitnya 15 tahun)
¤   Berakal
¤   Merdeka
¤   Laki-laki, karena tersebut dalam hadist riwayat Ibnu Majah dan Darutqi.
¤   Adil

3). Keistimewaan Bapak dari Wali-wali lain.
Bapak dan kakek diberi hak menikahkan anaknya yang bikir/perawan dengan tidak meminta izin anak terlebih dahulu, yaitu dengan orang yang dipandangnya baik. Kecuali anak yang sayib (tidak perawan lagi), tidak boleh dinikahkan kecuali dengan izinnya terlebih dahulu.
Ulama-ulama yang memperbolehkan wali (bapak dan kakek) menikahkan tanpa izin dengan syarat :
¤   Tidak ada permusuhan antara bapak dan anak
¤   Hendaklah dinikahkan dengan orang yang setara(se-kufu)
¤   Tidak kurang dari mahar misil (sebanding)
¤   Tidak dinikahkan dengan orang yang tidak mampu membayar mahar
¤   Tidak dinikahkan dengan laki-laki yang mengecewakan si anak kelak dalam pergaulannya dengan laki-laki itu.

4). Enggan atau Keberatan wali.
Apabila seorang perempuan telah meminta kepada walinya untuk dinikahkan dengan seorang laki- laki yang setingkat (se-kufu), dan walinya berkeberatan dengan tidak ada alasan, maka hakim berhak menikahkannya dan setelah memberi nasehat kepada wali agar mencabut keberatannya itu. Apabila wali tetap berkeberatan, maka hakim berhak menikahkan perempuan itu.

5). Dua Orang Wali Masing-masing menikahkan
Seorang perempuan dinikahkan oleh dua orang walinya yang sederajat kepada dua orang laki-laki. Jika yang terdahulu di antara keduanya diketahui, maka yang te rdahulu itulah yang sah, sedangkan yang terakhir tidak sah. Jika yang terdahulu tidak diketahui, atau diketahui bersamaan, maka kedua perkawinan itu batal, karena asalnya perempuan itu haram, sehingga penyebab halalnya wajib diketahui dengan jelas.

Mahram.

Mahram (orang yang tidak halal dinikahi)ada 14 macam, yaitu :
¤   Tujuh orang dari pihak keturunan :
1)      Ibu dan ibunya (nenek), ibu dari bapak, dan seterusnya sampai ke atas.
2)      Anak dan cucu, dan seterusnya ke bawah.
3)      Saudara perempuan seibu sebapak, sebapak, atau seibu saja.
4)      Saudara perempuan dari bapak.
5)      Saudara perempuan dari ibu.
6)      Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya.
7)      Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya.

¤   Dua orang dari sebab menyusu :
1)      Ibu yang menyusui.
2)      Saudara perempuan sepersusuan.

¤   Lima orang dari sebab pernikahan :
1)      Ibu istri (mertua)
2)      Anak tiri, apabila sudah campur dengan ibunya
3)      Istri anak (menantu)
4)      Istri bapak (ibu tiri)
Firman Allah Swt :
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu.” (QS. An-Nisa : ayat 22)

Haram menikahi dua orang dengan cara dikumpulkan bersama-sama, yaitu dua perempuan yang ada hubungan mahram.

Kufu (Setingkat)
Setingkat dalam pernikahan antara laki-laki dengan perempuan ada lima sifat, yaitu menurut tingkat kedua ibu bapak

1.      Agama
2.      Merdeka atau hamba
3.      Perusahaan
4.      Kekayaan
5.      Kesejahteraa

Kufu adalah hak perempuan dan walinya, keduanya boleh melanggarnya dengan keridhoan bersama. Kufu itu hanya berlaku mengenai keagamaan, baik mengenai pokok agama seperti islam – maupun kesempurnaan, misalnya yang baik (taat tidak sederajat dengan orang jahat atau tidak taat.

Pembagian Waktu.

Bagi orang yang memiliki istri lebih dari satu, hendaklah memisahkan tempat kediaman masing-masing istri itu. Pembagian waktu diantara istri-istri itu hendaklah sama dan betul dilakukan, baik yang mempunyai kediaman di dalam sebuah rumah maupun masing-masing berumah sendiri-sendiri. Apabila suami hendak bepergian hanya dengan salah seorang istrinya, hendaklah dia mengadakan undian di antara istri-istrinya itu, siapa yang memperoleh undian, hendaklah dia yang dibawa, dan yang lain boleh tinggal.

Mahar (Maskawin).
Mahar adalah pemberian dari seorang suami yang diwajibkan memberi sesuatu kepada istri, baik berupa uang ataupun barang (harta benda). 
Firman Allah Swt :
“Berikanlah maskawin ( mahar ) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan” (QS. An-Nisa : ayat 4)

Hukum memberikan mahar itu adalah wajib dengan arti laki-laki yang mengawini seorang perempuan mesti menyerahkan mahar kepada istrinya itu. Mut’ah adalah suatu pemberian dari suami kepada istrinya sewaktu dia menceraikannya. Pemberian ini wajib utk laki-laki apabila penceraian itu terjadi karena kehendak suami. Tetapi kalau penceraian itu kehendak istri, pemberian itu tidak wajib. Orang yang menikah hendaklah mengadakan perayaan menurut kemampuannya. Mengenai hukumnya, sebagian ulama mengataka wajib dan sebagian lagi mengatakan sunat. Memenuhi undangan perayaan pernikahan hukumnya wajib, bagi orang yang tidak berhalangan.

Talak (Penceraian).

            Secara bahasa Ta’rif talak adalah “melepaskan ikatan” atau melepaskan ikatan pernkahan. Apabila tujuan-tujuan yang dalam membangun kehidupan berumah tangga tidak tercapai dapat mengakibatkan berpisahnya dua keluarga dan berujung kepada perceraian.

Hukum talak ada 4, yaitu :
1.      Wajib : Apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai.
2.      Sunat : Apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya (nafkahnya), perempuan tidak menjaga kehormatan dirinya.
3.      Haram : (bid’ah) dalam dua keadaan. Pertama, menjatuhkan talak sewaktu si istri dalam keadaan haid. Kedua, menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah dicampuri sewaktu suci itu.
4.      Makruh : yaitu hukum asal dari talak yang tersebut diatas.

Ada beberapa Lafazh Talak yang dipakai untk perceraian :
¤   Sarih (terang), yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu.
¤   Kinayah (sindiran), yaitu kalimat yang masih ragu-ragu

Tiap-tiap orang yang merdeka berhak menalak istrinya dari talak satu sampai talak tiga. Talak satu atau dua masih boleh rujuk sebelum habis iddahnya, dan boleh menikah kembali setelah iddah. Dan talak tiga tidak boleh menikah rujuk atau nikah kembali, kecuali apabila si perempuan telah menikah dengan orang lain dan telah ditalak juga.

Istisna artinya mengurangkan maksud perkataan yang telah terdahulu dengan perkataan yang terkemudian. Istisna dalam kalimat talak hukumnya sah, dengan syarat “ Perkataan yang pertama berhubungan dengan yang kedua, dan kalimat kedua tidak menghabisi maksud kalimat yang pertama.
           
Ta’liq talak sama hukumnya dengan talak tunai, yaitu makruh. Tetapi kalau adanya ta’liq itu akan membawa kerusakan (kekacauan), sudah tentu hukumnya jadi terlarang (haram).
           
Khulu’ ( Talak tebus) artinya talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri kepada pihak suami. Penceraian dengan cara ini diperbolehkan dalam agama kita dengan disertai beberapa hokum perbedaan dengan talak biasa.
           
Ila’ artinya si suami tidak akan mencampuri istrinya dalam masa yang lebih dari 4 bulan atau dengan tidak menyebutkan jangka waktunya. Ila’ ini di zaman jahiliyah berlaku talak, kemudian diharamkan oleh agama islam.
           
Zihar adalah seorang laki-laki yang menyerupakan istrinya dengan ibunya sehingga istrinya itu haram atasnya. Misalnya suami berkata : “engkautampak olehku seperti punggung ibuku.” Suami tersebut wajib membayar kafarat dan haram bercampur dengan istrinya sebelum membayar kafarat itu.)

Denda (kafarat) zihar yaitu :
¤  Memerdekakan hamba sahaya
¤  Atau puasa dua bulan berturut-turut
¤  Atau member makan 60 orang miskin, tiap-tiap orang ¼ sa’ fitrah (3/4) liter)
Li’an ialah perkataan suami “saya persaksikan kepada allah bahwa saya benar terhadap tuduhan saya kepada istri saya bahwa dia telah berzina.”

Iddah dan Rujuk
           
Iddah ialah masa menanti yang diwajibkan atas perempuan yang diceraikan suaminya, gunanya supaya diketahui kandungannya berisi atau tidak. Ada ketentuan iddahnya sebagai berikut :
¤  Bagi perempuan yang hamil, iddahnya adalah sampai lahir anak, baik cerai mati ataupun cerai hidup.
¤  Perempuan yang tidak hamil. Cerai mati iddahnya yaitu 4 bulan 10 hari. Cerai hidup iddahnya : tiga kali suci waktu haid atau tiga bulan jika perempuan itu tidak sedang haid.
Rujuk adalah mengembalikan istri yang telah ditalak pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan. Hukum rujuk yaitu :
¤  Wajib, suami yang menalak istri sebelum dia sempurnakan waktunya untuk istrinya.
¤  Haram, apabila rujuknya untuk menyakiti istri
¤  Makruh, kalau percerain merupakan jalan yang lebih baik.
¤  Jaiz, hukum rujuk asli
¤  Sunat, jika untuk memperbaiki keadaan istrinya dan rujuk berfaedah bagi keduanya.

Tujuan dan Hikmah Pernikahan.

Pernikahan bertujuan untuk mendapatkan anak keturunan bagi melanjutkan generasi yang akan mendatang dan untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan merasa kasih sayang. Hikmah pernikahan yaitu :
1.      Hikmah pernikahan yaitu dapat menjaga kehormatan diri dari terjatuh kepada kerusakan seksual
2.      Dapat membuahkan tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga dan memperkuat hubungan kemasyarakatan.[1][6]

Pernikahan adalah hakikat kita sebagai manusia & pernikahan merupakan suatu cara yang bertujuan untuk melanjutkan keturunan dan juga sebagai sunnatullah, apabila seseorang telah berkemampuan untuk berkeluarga dan takut akan terjerumus kejurang dosa, maka menikah adalah solusi yang paling tepat dalam pertanyaan ini.
           
Dengan demikian pernikahan bukan saja penyaluran kenikmatan duniawi saja, tetapi juga sebagai perintah agama agar pihak-pihak yang melangsungkan pernikahan terpelihara ketaqwaannya, Di dalam memiliki prinsip-prinsip kerelaan atau tidak  ada paksaan, dan juga ketentuan bahwa laki-laki boleh menikahi lebih dari seorang wanita bukanlah maksud yang  sebenarnya, tapi menyangkut nasib anak-anak yatim dan janda-janda miskin, dan ini adalah maksud yang sebenarnya.
           
Pernikahan memiliki rukun tertentu, diantaranya ada calon suami dan calon istri , wali, dua orang saksi, dan sighat akad, Di setiap unsur rakun memiliki syarat masing-masing sehingga tercapai tujuan pernikahan. Dan dalam pernikahan terkandung beberapa hikmah , yaitu menghalangi mata dari melihat kepada hal –hal yang diizinkan syara’, menjaga kehormatan diri dari terjatuh kepada kerusakan seksual , untuk memperbanyak keturunan,melestarikan hidup manusia serta memelihara keturunan, naluri orang tua akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana hidup, pembagian tugas dimana seorang istri mengatur dana mengurus rumah tangga sedangkan suami bekerja dan berusaha mendapatkan harta dan belanja untuk keperluan rumah tangga, dapat membuahkan tali kekeluargaan , mempertumbuh kelanggengan rasa cinta antara keluarga dan memeperkuat hubungan kemasyarakatan.

Daftar Pustaka :
¤  Rasyid, Sulaiman. 2010. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo
¤  Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-garis Besar Fiqh. Bogor : Kencana
¤  Sabiq, Sayid. 1996. Fiqih Sunnah. Bandung : PT. Al- Ma’arif


Ya Allah... semoga yang membaca artikel ini :
¤ Muliakanlah orangnya
¤ Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan
¤ Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya
¤ Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah
¤ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
¤ Bahagiakanlah keluarganya
¤ Luaskan rezekinya seluas lautan
¤ Mudahkan segala urusannya
¤ Kabulkan cita-citanya
¤ Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji
¤ Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar.
Aamiin ya Rabbal'alamin.