Rabu, 27 Mei 2015

☀ Fiqih : Memperhatikan Syari’at Berhias




Berhias merupakan hal yang sangat erat dengan kaum wanita. Meski kaum laki-laki pun banyak yang berhias. Hal ini karena memang berhias itu dibolehkan dan bahkan pada saat dan kondisi tertentu justru diperintahkan. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, tapi janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. al-A’rof [7] : 31).


Meski hukum berhias itu sama-sama boleh bagi kaum wanita dan kaum laki-laki, namun ada sisi perbedaan pada hukum sesuatu yang digunakan untuk berhias dan keadaan berhias antara kedua kaum tersebut. Dan di sini kita hanya akan mendiskusikan hukum tersebut pada kaum wanita.

Ketidaktahuan atau pura-pura tidak tahu akan hukum-hukum syari’at yang wajib diketahui oleh kaum muslimah telah banyak melanda umat ini secara merata. Di antaranya ketidaktahuan sebagian besar kaum muslimah terhadap syari’at berhias, sehingga terjadilah banyak ketimpangan dan godaan-godaan hidup. Misalnya ialah banyaknya wanita muslimah yang keluar rumah dan berbaur dengan kaum laki-laki dalam keadaan paling elok penampilannya, paling harum aromanya, seolah-olah mereka adalah para pengantin yang sedang dirias untuk suaminya.

Islam dengan syari’atnya yang indah telah begitu besar memperhatikan keadaan umat ini agar jangan terjadi ketimpangan hidup. Oleh karenanya, Islam mengatur sedemikian rupa sebuah hubungan yang erat antara dua jenis kaum ini yang semua manfaatnya secara umum akan kembali kepada mereka sendiri.

Di antara aturan Islam dalam hal ini ialah perintah agar kaum wanita memelihara perhiasan dan keadaan berhiasnya serta tidak menampakkannya di hadapan laki-laki lain. Hal ini untuk menghindari timbulnya gejolak nafsu yang menggebu dan pandangan mata nakal yang haram, yang pada akhirnya akan menimbulkan hubungan yang tidak syar’i antara keduanya. Inilah sebab terbesar ketimpangan dan godaan-godaan hidup, zina. Na’udzubillahi min dzalik.

Bila Wanita Berhias dan Keluar Rumah.

Ketika banyak kaum wanita yang berhias tanpa memperhatikan aturan syari’at, maka muncullah berbagai keburukan. Seorang wanita keluar rumah dengan keelokan penampilan merupakan pangkal keburukan. Tidak dipungkiri inilah sebab terjadinya pandangan mata yang haram dari kaum laki-laki, yang merupakan pemicu utama bangkitnya dorongan nafsu. Bahkan boleh dikata ia merupakan terminal pertama menuju perzinaan, tepat seperti yang disabdakan Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam :
“Telah ditetapkan atas anak Adam (manusia) bagiannya dari zina, ia pasti mendapatinya dan tak ada celah untuk menghindar darinya. Kedua mata berzina, zinanya adalah pandangan, dan kedua telinga pun berzina, zinanya adalah mendengar, dan lisan zinanya adalah pembicaraan, dan tangan zinanya adalah memegang, dan kaki zinanya adalah melangkah, dan hati (zinanya) adalah bernafsu dan berhasrat, dan kemaluan yang akan menetapkannya atau mendustakannya.(HR Muslim: 6925)

Perintah Memelihara Perhiasan Diri.

Keelokan para wanita menurut asalnya merupakan godaan bagi kaum laki-laki. Kalaulah seorang wanita menyadari hal ini, tentu ia tidak lebih suka menjadi godaan bagi seluruh kaum laki-laki yang hanya akan mengakibatkan munculnya berbagai kerusakan. Oleh karenanya, Islam mengatur dan menempatkan keelokan para wanita ini sedemikian rupa agar tidak merusak sehingga bisa menenteramkan dan membawa manfaat yang menyeluruh. 

Di antara aturan Islam yang paling pokok dalam hal ini ialah seperti yang disebutkan dalam firman Alloh Azza wa Jalla :
…Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu. (QS. al-Ahzab [33] : 33)
Syaikh Abdurrohman bin Nashir as-Sa’di mengatakan tentang makna ayat tersebut : “Artinya, menetaplah kalian di rumah kalian sebab hal itu lebih selamat dan lebih memelihara diri kalian.”

Tentang makna kelanjutan ayat tersebut, beliau mengatakan : “Artinya, janganlah banyak keluar dengan bersolek atau dengan semerbak harum kalian sebagaimana kebiasaan ahli jahiliyah dahulu yang tidak tahu ilmu dan norma agama. Semua ini demi mencegah munculnya kejahatan dan sebab-sebabnya.” (Tafsir Taisir al-Karimirrohman Syaikh as-Sa’di atas ayat 33 surat al-Ahza).

Maka perhatikanlah, tujuan perintah dalam ayat tersebut ialah untuk memelihara diri wanita muslimah dengan perhiasannya dan untuk mencegah munculnya kejahatan serta sebab-sebabnya.

Termasuk pokok aturan Islam atas perhiasan dan berhiasnya kaum muslimah ialah sebagaimana yang telah Alloh Subhanahu wa Ta’ala sebutkan dalam firman-Nya berikut :
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari padanya, dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya (QS. an-Nur [24] : 31)

Dengan memperhatikan dua ayat di atas saja, kita bisa memahami bagaimana Islam sangat memperhatikan aturan berhiasnya wanita muslimah. Semua ini adalah untuk memelihara masyarakat Islami dari godaan-godaan yang timbul dari kaum wanita. Islam memerintahkan kaum laki-laki agar memelihara pandangan matanya, dan di saat yang sama Islam juga memerintahkan kaum wanita agar memelihara kehormatannya, sampai perhiasan yang memperindah dirinya pun harus dipelihara, ditutup dan tidak ditampakkan di hadapan kaum laki-laki lain.

Berparfum yang Melacur.

Telah disebutkan di muka bahwa syari’at Islam tentang berhias dan perhiasan kaum wanita ini semata-mata untuk kebaikan dua jenis manusia ini secara umum. Bila tidak ada aturan syari’at dalam hal ini, pasti akan timbul berbagai kerusakan, zina. Jadi dekat sekali kaitannya antara perzinaan dengan tidak diperhatikannya aturan syari’at Islam tentang berhias ini.

Bukan hanya pandangan mata yang merupakan terminal pertama menuju perzinaan, yang oleh sebab itu perhiasan harus dihindarkan dari pandangan mata kaum laki-laki lain (artinya perhiasan harus ditutupi), namun aroma wangi yang semerbak dari seorang wanita juga termasuk terminal awal sebuah perzinaan. Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan hal ini dalam sabda beliau :
“Wanita mana saja yang berminyak wangi kemudian (keluar) dan berlalu pada kaum (laki-laki) agar mereka mendapati semerbaknya, maka ia melacur.” (HR. Abu Dawud no: 4173, at-Tirmidzi no: 2786, dan an-Nasa’i no: 5126, dan ini lafazh an-Nasa’i).

Al-Allamah al-Mubarokfuri menjelaskan makna kata melacur dalam hadits di atas : “Dia disebut wanita pelacur karena membangkitkan syahwat kaum laki-laki dengan minyak wanginya dan membuat kaum laki-laki memandangnya. Dan siapa saja (kaum laki-laki) yang memandangnya, maka ia telah berzina dengan kedua matanya. Jadi wanita tersebut merupakan sebab zina mata, maka berdosalah ia.” (Tuhfatul Ahwadzi 8/71).
Dan boleh jadi wanita yang berminyak wangi ini lebih kuat godaannya, sebab mata kaum laki-laki yang tidak melihatnya pun bisa jadi akan melihatnya setelah laki-laki tersebut mencium semerbaknya. Maka benarlah apa yang dikatakan oleh al-Allamah al-Mubarokfuri di atas.

Dan seorang wanita yang menghamburkan aroma wangi di kalangan kaum laki-laki termasuk menampakkan perhiasan, sebab wewangian termasuk salah satu jenis perhiasan wanita. Oleh karenanya, kaum wanita boleh berminyak wangi dan berharum-harum namun yang sesuai dengan aturan syari’at. Di antara syari’at minyak wangi bagi wanita ialah sebagaimana yang disebutkan dalam salah satu sabda Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam :
“Sesungguhnya minyak wangi yang baik bagi kaum laki-laki ialah yang kuat baunya namun samar warnanya, sedangkan minyak wangi yang baik bagi kaum wanita ialah yang paling tampak warnanya dan paling samar baunya.” (HR. at-Tirmidzi no: 2788).

Al-Allamah al-Mubarokfuri menyebutkan bahwa dalam Syarhus Sunnah (al-Baghowi mengatakan): “Sa’ad berkata: ‘Menurutku mereka (para ulama) memahami sabda Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa sallam dan sebaik-baik minyak wangi wanita (dengan sifat minyak wangi seperti tersebut dalam hadits) adalah ketika wanita tersebut hendak keluar rumah. Namun apabila sedang berada bersama suaminya, ia boleh berminyak wangi dengan minyak wangi sesukanya.” (Tuhfatul Ahwadzi 8/59, dan Faidhul Qodir, al-Munawi 3/284).

Sekali lagi, aturan syari’at dalam berminyak wangi bagi para wanita muslimah ini diatur sedemikian rupa agar ia tidak menjadi salah satu sarana pembangkit kesadaran laki-laki untuk memperhatikan mereka, dan agar tidak memperdaya laki-laki pemilik hati yang sakit sehingga akan tergoda oleh mereka. Semua ini bila bisa dihindari maka akan terpeliharalah kehormatan kaum wanita, termasuk farji-farji mereka dari kejinya zina, dan terhindarlah kaum wanita ini dari menjadi penggoda kaum pria. Dengan begitu, akan menjadi mudahlah kaum laki-laki umat ini menahan pandangan matanya dan memelihara kehormatannya. Inilah pentingnya memperhatikan syari’at berhias.

Semoga Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufiq kepada kita semua dalam meniti syari’at-Nya yang lurus ini, amin.
Oleh: Ust. Abu Ammar al-Ghoyami

Ya Allah... semoga yang membaca artikel ini :
¤ Muliakanlah orangnya
¤ Yang belum menemukan jodoh semoga lekas dipertemukan
¤ Yang belum mendapatkan keturunan semoga cepat mendapatkannya
¤ Semoga tergerak hatinya untuk bersedekah
¤ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
¤ Bahagiakanlah keluarganya
¤ Luaskan rezekinya seluas lautan
¤ Mudahkan segala urusannya
¤ Kabulkan cita-citanya
¤ Jauhkan dari segala Musibah, Penyakit, Prasangka Keji
¤ Jauhkan dari segala Fitnah, Berkata Kasar dan Mungkar.
Aamiin ya Rabbal'alamin.